“Kita membuat lembaga pembiayaan infrastruktur dengan sumber pembiayaannya dari obligasi. Kita harapkan obligasi yang dikeluarkan nanti, setara dengan obligasi yang diterbitkan pemerintah,” katanya dalam seminar di Jakarta, Kamis.
Bambang mengatakan kepastian sumber pembiayaan dari obligasi ini, selain dari penyertaan modal negara, bisa memberikan kelangsungan modal bagi bank infrastruktur agar konsisten dalam mendukung pembangunan infrastruktur di Indonesia.
“Kita ingin menggali potensi pembiayaan dari obligasi, termasuk penyertaan modal pemerintah, karena suntikan ini untuk mempercepat perkembangan bank infrastruktur agar tidak seperti Bapindo yang sulit mencari pembiayaan dan beralih menjadi bank umum,” katanya.
Bambang menegaskan pemerintah serius membentuk bank infrastruktur, sebagai salah satu model pembiayaan sarana infrastruktur, agar investor asing memiliki minat dalam infrastruktur, tidak hanya sektor manufaktur, jasa dan retail.
“Kita ingin perhatian lebih di infrastruktur, yang tidak hanya menarik bagi pengusaha asing maupun domestik. Karena biasanya kalau kita bicara penanaman modal asing, biasanya hanya manufaktur, jasa dan retail,” katanya.
Bank infrastruktur nantinya direncanakan mendapatkan modal awal sekitar Rp25 triliun, yang berasal dari penyertaan modal negara serta pengalihan aset Pusat Investasi Pemerintah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur, dan mampu membiayai proyek yang bernilai hingga enam kali lipat.
Secara keseluruhan, Bank Infrastruktur diharapkan tidak hanya menjadi penyedia dana jangka panjang bagi pendanaan infrastruktur namun juga menjadi agen pembangunan bagi perekonomian Indonesia.
Selain itu, bank infrastruktur mampu menciptakan sinergi dengan investor swasta, private equity dan sektor perbankan untuk meningkatkan partisipasinya dalam pendanaan proyek infrastruktur yang membutuhkan sumber pembiayaan besar.
Bappenas dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah (RPJMN) mencanangkan estimasi kebutuhan pendanaan infrastruktur Indonesia periode 2015-2019 sebesar Rp5.519 triliun atau sekitar Rp1.102 triliun rata-rata per tahun.
Pemerintah tidak bisa memenuhi kebutuhan pembiayaan infrastruktur yang hanya dialokasikan dalam APBN-P 2015 sebesar Rp290 triliun dan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan pendanaan adalah dengan melibatkan peran swasta.
Sementara, sektor perbankan nasional telah berpartisipasi dalam pembiayaan dengan menyalurkan kredit bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia, meskipun jumlahnya hanya sekitar 16,8 persen dari keseluruhan kredit atau Rp244,8 triliun.